Manakala
Telanjang Malu di Lihat Gusti Alloh
(Oleh : Sendal Jepit)
Sendal Jepit …. Punya cerita ….
Sendal Jepit terlahir
dikeluarga yang sangat dan sangat sederhana. Hidup serba kekurangan dan
ketiadaan (curhat nih yeee,,,,) dari sudut pandang sendiri.
Tak dapat dipungkiri … dengan serba kekurangan, si bapak,
simbok, mba Yu memiliki asa yang tinggi terhadapku. Sendal Jepit masih inget
pesan si bapak (suwargi/almarhum) “le … dadiyo wong jujur lan duwur. Ning ojo
ngawur, iku dadekne ajur” (nak …. Jadilah pribadi jujur dan tinggi, Tetapi
jangan ngawur, itu menjadikan hancur).
Alhamdulillah, Sendal Jepit sejak tamat dari MTs. Al
Mukarrom – Kauman - Sumoroto-Ponorogo,
tak melanjutkan sekolah (opo meneh mondok, ga duwe ragat) (apalagi pesantren,
tak punya biaya). Selama tiga bulan hanya membantu orang mencari rumput untuk
sapi piaraan orang lain. Sekali tempo membantu si bapak ngewangi derep (kuli
panen padi) disawah orang lain ketika panen.
Ngaso dulu …. Ngeja kupi ….
Setelah tiga bulan tak melanjutkan sekolah, akhirnya Sendal
Jepit mengadu nasib (hijrah) atau merantau ke Bekasi dan Alhmadulillah merasakan
sekolah Aliyah Nurul Huda Bantargebang hingga selesai (rasane legi iso sekolah)
(berasa manis bisa sekolah).
Ngaso …. Ngaso, nyeduh kupi …
Sejak itu Sendal Jepit, dalam laku lampah penuh dengan
lelakon (kisah), Sendal Jepit pernah
mengenal tiga orang yang istimewa (versi Sendal
Jepit).
Ketiganya tinggal di daerah yang berbeda, sikap dan
pemaknaan religius mereka tak serupa, dan jenis kesholehan mereka pun berbeda
pula.
Pertama, H. IHSAN
namanya. Dia tinggal di Jati Asih, orang suku Betawi.
Ia seorang taat ibadah dan memiliki sifat “rame ing gawe
sepi ing pamrih” (rajin menolong tangpa mengharap imbalan), karena sifat dan
perilakunya, banyak orang menyukainya.
Selain itu karena beliau aktif dan dibarisan paling depan jika ada orang
sedang kesusahan (wis poko’e okeh).
Kupi dingin noh ….
Orang kedua, Ust.
ABDUL ROJAK. Beliau memang agak aneh, karena dia memelihara jenggot walupun
hanya lima glintir (kaya sila pada pancasila).
Jenggotnya panjang
dan jarang-jarang dan punya kebiasaan mengusap wajah dan jenggotnya.
Dia istiqomah menggunakan songkok hitam agak
kemerah-merahan (warna hitamnya ampir ilang, karena seringnya buat sujud).
Begitu juga istiqomah memakai sarung
gloyor abang ijo (lampu lalu lintas dong ..) nyaman katanya kalau dipakai
lembut dan mudah bukanya.
Beliau berbahasa santun. Tidak berat ketika memberi senyum
kepada orang lain. Alasannya: "senyum itu sedekah".
Nguyup ….. nguyup ….
Dia sangat sayang terhadap anak kecil. Kebiasaanya mengusap
kepala anak-anak yang selalu
berisik dan pethakilan (kaga mau diem) pada saat salat berjamaah
berlangsung. Usapan itu dimaksudkan agar anak-anak tak lagi bikin gaduh. “Yo
….. jenenge bocah yo tetep bocah” (Ya … namanya bocah ya tetap bocah). Biar
seribu kali kepalanya diusap, becanda tetap jalan. Seolah mereka khusus
dilahirkan buat bikin rusuh di mesjid.
Terusin ga ceritanya ….. nanggung ah … terusin
"Rame kuwi apik wae,"(rame itu bagus saja)
katanya sabar, ketika orangorang lain pada kesal dan dongkol, "karena rame
kuwi tondo yen ono uripuripan," (karena rame itu tandanya ada kehidupan),
katanya lagi. "Lagi pula,
kita harus bisa
shalat khusyuk dalam keramaian
itu."
Mungkin beliau benar. Buktinya ia
betah berjam-jam zikir
di mesjid. Sering shalatnya
sambung-menyambung tanpa terputus kegiatan lain. Selesai magrib,
ia tetap berzikir
sambil kepalanya terangguk-angguk (kaya burung tekukur … ) hingga isya
tiba.
Jauh malam, ketika semua orang masih lelap dalam mimpi
masing-masing, beliau sudah mulai shalat
malam. Kemudian zikir panjang sampai subuh tiba.
Selesai subuh, beliau zikir lagi, mengulang-ulang sholawat
nariyah dan beberapa ayat pilihan sampai terbit matahari, ketika shalat duha kemudian ia lakukan (layak
… disebut seorang hamba penghuni mesjid).
Kalau kita sulit menemui para pejabat karena banyak acara,
kita sulit menemui Ust. ABDUL ROJAK
ini lantaran ibadahnya di masjid yang begitu padat.
"Apakah beliau dengan demikian aktif di mesjid karena
ingin menjadi tokoh?" Hanya Gusti Alloh dan ia yang tahu.
Pernah Sendal Jepit bercakap dengannya setelah begitu
gigih menanti zikirnya yang
panjang itu selesai.
Akhirnya ….Saya katakan padanya, bahwa kelak bila punya
waktu banyak, saya ingin selalu zikir di mesjid seperti Ust. Saya tahu, kalau
sudah pensiun (kaya pegawe bae), saya akan punya waktu macam itu.
"Ya kalau sempat pensiun," jawabnya.
"Maksud Ust. ABDUL ROJAK?"
"Memangnya kita tahu berapa panjang
usia kita? Memangnya kita tahu kita bakal mencapai usia
pensiun?"
"Ya, ya. benar, Ust," saya merasa terpojok
"Untuk mendapat sedikit bagian dunia, kita rela
menghabiskan seluruh waktu kita. Mengapa
kita keberatan menggunakan beberapa jam sehari buat hidup kekal abadi di
surga?"
"Benar, Ust.
ABDUL ROJAK. Orang memang sibuk mengejar dunia."
"Itulah. Cari neraka saja mereka. Maka, tak
bosan-bosan saya ulang nasihat bahwa orang harus shalat sebelum
disholatkan." (tubuh Sendal Jepit ngedregdeg ….)
Mungkin tak ada yang salah dalam sikap Ust. ABDUL ROJAK. Tapi kalau saya takut, sebabnya kira-kira karena ia terlalu
menggaris bawahi bernada "ancaman".
Nyruput kupi lagih ….
Akhirnya …. Sendal Jepit membandingkannya dengan orang yang
ketiga. Beliau seorang haji, seorang
guru Madrosah, guru ngaji, guru spritual, tokoh panutan (wis poko’e multi
telenan).
Beliau seorang imam di sebuah langgar (Musholla) kecil.
Namanya Haji IRFAN SANUSI, orang
Bantargebang asli.
Meskipun ibadahnya tak seperti Ust. ABDUL ROJAK, kita bisa merasakan kehangatan imannya. Waktu
Sendal Jepit tanya, maaf kang Haji, sampean “kalo shalat ko’ sebentar, dan
doanya begitu pendek, cuman baca istighfar (mohon ampun).
Beliau bilang bahwa, ia tak ingin minta aneh-aneh. Ia malu kepada Gusti Alloh.
Ia merasa telanjang dihadapan Gusti Alloh.
"Bukankah Gusti Alloh sendiri menyuruh kita meminta
dan bukankah Ia berjanji akan mengabulkannya? … seperti QS. Al-Mu’min ayat
60"
"Itu betul. Tapi …… minta atau tidak, kondisi kita
sudah dengan sendirinya memalukan. Kita ini cuma sekeping jiwa telanjang, dari
hari ke hari nerima berkah soko Gusti, tanpa pernah memberi.
Gusti Alloh memang Maha pemberi, termasuk memberi kita rasa
malu. Kalaulah rezeki dari Gusti Alloh kita makan, mengapa rasa malu-Nya tak
kita gunakan?" Ucap Kang Haji IRFAN
SANUSI.
Ngaso dulu ….. Sendal Jepit mulai lemes ….
Bergetar sekujur seluruh tubuh Sendal Jepit, keringat
dingin mulai bercucuran (awakku rasane kembroh kringet …. Ora amargo sumuk ….
What is the meaning sumuk)
Untuk pertama kalinya Sendal Jepit merasa ISIN (malu) hari
itu. Seribu malaikat, nabi-nabi, para wali, dan orang-orang suci langsung di
bawah komando Gusti Alloh ….seakan serentak mengamini ucapan Kang Haji IRFAN SANUSI ini.
"Perhatikan di masjid-masjid, Musholla, Langgar,
Surau, jamaah yang minta kepada Gusti Alloh kekayaan, tambahan rezeki, naik
gaji, naik pangkat. Mereka pikir Gusti Alloh itu kepala bagian kepegawaian
(personalia) di
kantor kita.
Gusti Alloh kita pujo-puji karena akan kita mintai sesuatu.
Ini bukan ibadah, tapi dagang.
Sabar …. Sabar mas
….. ojo nesu
Mungkin bahkan pemerasan yang tak tahu ISIN (malu). Gusti
Alloh kita sembah, lalu kita perah rezeki dan berkah-Nya, bukannya kita sembah
karena kita memang harus menyembah,
seperti QS, Al Fatihah ayat 5," katanya lagi.
Ambekan (nafas) Sendal Jepit sesak. Sendal Jepit tatap
wajah Kang Haji IRFAN SANUSI ini
baik-baik. Selain keluhuran batin, di wajah yang mulai menampakkan tanda ketuaan itu terpancar
ketulusan iman.
Kepada Sendal Jepit, Kang Haji IRFAN SANUSI itu jadinya menyodorkan sebuah cermin. Tampak di sana, wajah Sendal Jepit retak-retak. Sendal Jepit ISIN melihat diri sendiri.
Betapa banyak Sendal Jepit telah meminta selama ini, tapi
betapa sedikit Sendal Jepit memberi.
Mental yang korup dalam ibadah itu, ternyata, bagian
selimut hangat dari laku lampah kita dalam keseharian.
Manakala Telanjang dan Malu di Lihat Gusti Alloh
Wallohu a’lam bishowab …
Al Fakir ….. Sendal Jepit
Mohon maaf, jika ada kesamaan nama, alamat, dll
Terima kasih
Wassalam
No comments:
Post a Comment
Boleh usul tapi ga boleh usil