BERANDA

بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم

Monday, December 06, 2010

Oh Guru ........ Sungguh Besar Jasamu

Guru dan Semangatnya



Menjadi guru, bukanlah pekerjaan mudah. Didalamnya, dituntut pengabdian, dan juga ketekunan. Harus ada pula kesabaran, dan welas asih dalam menyampaikan pelajaran. Sebab, sejatinya, guru bukan hanya mendidik, tapi juga mengajarkan.
Hanya orang-orang tertentu saja yang mampu menjalankannya.
Menjadi guru juga bukan sesuatu yang gampang. Apalagi, menjadi guru bagi anak-anak yang mempunyai “keistimewaan”. Dan saya, merasa beruntung sekali dapat menjadi guru mereka, walau cuma dalam beberapa jam saja. Ada kenikmatan tersendiri, berada di tengah anak-anak memiliki karakter yang berbeda.

Suatu ketika, saya sedang mengajar di sebuah kelas, ada 2 siswa yang memiliki kemampuan dibawah rata-rata dari rekan kelasnya, baik kemampuan iq, maupun kekurangan secara fisik, bahkan mereka sering dijadikan obyek pembicaan teman-temanya mengenai kekurangannya.

Saat saya hadir disana, kelas tampak ramai, baru saja pergantian jam pelajaran. Rupanya mereka sedang mengerjakan tugas yang saya berikan seminggu yang lalu. Ada teriak-teriakan ganjil yang parau, dan hentakan-hentakan kepala yang konstan dari mereka. Ada pula tangan-tangan yang kaku, yang sedang
menyelesaikan tugas.

Saya berusaha telaten membantu mereka berdua. “
Kemudian saya berjalan melewati siswa lainnya yang masih sibuk dengan tugas mereka. Ah benar saja, Dia berdua, anak berusia 13 tahun yang mengalami kekurangan itu, tampak tersenyum kepada saya. Badannya
melonjak-lonjak, tangannya memanggil-manggil seakan ingin pamer dengan kepandaiannya menyelesaikan tugasnya.

Subhanallah, dia berdua kembali melonjak-lonjak. Saya kaget. Saya tersenyum. Dia tergelak tertawa. Tak lama, kami pun mulai akrab. Dia tak malu lagi dibantu menyusun menyelesaikan tugasnya.
Ah, saya mulai menikmati pekerjaan ini. Dia pun kini tampak bergayut di tangan saya. Tanpa terasa, saya mengelus kepalanya dan rambutnya. Terasadamai dan hangat.

Saya berusaha semampunya untuk tidak pernah mengeluh, marah, lelah dan tetap berpenampilan fresh.
Waktu berjalan begitu cepat. Dan kini, waktunya untuk pulang. Setelah membereskan semua tugas, anak-anak pun bersiap di bangku masing-masing.
Duh, damai sekali melihat anak-anak itu bersiap dengan posisi serapih-rapihnya.
Tangan yang bersedekap diatas meja, dan tatapan polos kearah depan, saya yakin,
membuat setiap orang tersenyum. Saya pun mempersilahkan KM untuk memimpin do’a, anak-anak semua mengatupkan mata dan memanjatkan harap kepada Tuhan.
Mereka mengucap salam. Seperti biasa saya selalu berpesan kepada semua siswa sebelum saya menjawabnya, yaitu “
Saya     : 1. “ Jaga kesehatan ”
Siswa   : “ Sehat itu mahal “
Saya     : “ karena ? “
Siswa   : “ Orang sakit, tanda-tanda mau mati “
Saya     : 2. “Tolong semua buku pelajaran sering di baca “
Siswa   : “ Jangan di hafalin”
Saya     : 3. “ Tolong, hati-hati di perjalanan, sebab ? “
Siswa   : “ Ibu dan Bapak yang tercinta menunggu di rumah “
Saya     : “Wa’alaiku salam Wr. Wb.
Damai. Damai sekali mata-mata yang mengatup itu. Teduh. Teduh sekali melihat mata mereka semua terpejam. Dua jam sudah saya bersama “malaikat-malaikat” kecil itu. Lelah dan penat yang saya rasakan, tampak tak berarti dibanding dengan pengalaman batin yang saya alami. Kini, mereka bergerak, berbaris menuju pintu keluar. Tampak satu persatu bergerak menuju ke arah saya.
Duh, ada apa ini?
Lagi-lagi saya terharu. Setibanya di depan saya, mereka semua terdiam, mengisyaratkan untuk mencium tangan. Ya, mereka mencium tangan saya, sambil berkata, “Selamat siang Pak Guru..” Ah, perkataan yang tulus yang membuat saya  melambung. 

Giliran mereka berdua ( siswa cacat ), Pak guru…Pak Guru, begitu ucap mereka berdua, mereka berderak-derak dalam kesusahan berjalan menuju ke arah saya.
Derak-derak itu kembali membuat saya terharu, membayangkan usaha mereka untuk sekedar mencium tangan saya.

Anak yang terakhir telah mencium tangan saya. Kini, tatapan saya bergerak kesamping, ke arah punggung anak-anak yang berjalan ke pintu keluar. Dalam diam saya berucap, “..selamat jalan anak-anak, selamat jalan malaikat-malaikat kecilku…” Saya membiarkan airmata yang menetes di sela-sela kelopak. Saya biarkan butiran air mata itu jatuh, untuk melukiskan perasaan haru dan bangga saya. 

Bangga kepada perjuangan mereka, dan juga haru pada semangat yang mereka punya.

Teman, menjadi guru bukan pekerjaan mentereng. Menjadi guru juga bukan pekerjaan
yang gemerlap. Tak ada kerlap-kerlip lampu sorot yang memancar, juga butiran-butiran cahaya setiap kali guru-guru itu sedang membaktikan diri. Sebab mereka memang bukan para pesohor, bukan pula bintang panggung.

Namun, ada sesuatu yang mulia disana. Pada guru lah ada kerlap-kerlip cahaya kebajikan dalam setiap nilai yang mereka ajarkan. Lewat guru lah memancar titik-titik sinar keikhlasan dan ketulusan pada kerja yang mereka lakukan.
Merekalah sumber cahaya-cahaya itu, yang menyinari setiap hati anak-anak didik mereka.

Dari gurulah kita belajar mengeja kata dan kalimat. Pada gurulah kita belajar lamat-lamat bahasa dunia. Lewat guru, kita belajar budi pekerti, belajar mengasah hati, dan menyelami nurani. Lewat guru pula kita mengerti tentang banyak hal-hal yang tak kita pahami sebelumnya. Tak berlebihankah jika kita
menyebutnya sebagai pekerjaan yang mulia?
Teman, jika ingin merasakan pengalaman batin yang berbeda, cobalah menjadi guru.Rasakan kenikmatan saat setiap anak-anak itu memanggil Anda dengan sebutan itu, dan biarkan mata penuh perhatian itu memenuhi hati Anda. Ada sesuatu yang berbeda disana. 
Cobalah. Rasakan, Rasakan, Rasakan. Emang Penyedap Rasa.

Salam Ku Buat Semua Guru MTs. Al-Huda, SDN Bantargebang IV dan tentunya Sumeday
Khususon Bapak Namit, S.Si, Bp. Mulyono, S.Pd.I, Bp. Soetrisno, S.Kom, Bp. Asep, MPd., Bp. Ramdani, S.Kom, M.Kom, Bp Karno Setia Bangsa, SE.,M.Pd. yang selalu setia menjadi teman AHLI HISAP.

No comments:

Post a Comment

Boleh usul tapi ga boleh usil